Kamis, 18 Desember 2008

DEMAM THIFOID



Memasuki musim hujan, penyakit yang satu ini seolah menjadi kondang dan seringkali menjadi alasan rujukan rawat inap di rumah sakit bagi penderitanya. Ada baiknya kita mengenali lebih lanjut mengenai demam tifoid atau typhoid fever, yang lebih umum disebut tifus oleh orang awam.

Definisi
Demam tifoid atau tifus adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi.
Bakteri masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam peredaran darah. Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus dan usus besar. Pada kasus yang berat, jaringan yang terkena bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan).

Bakteri tifoid ditemukan dalam tinja dan air kemih penderia. Penyebaran bakteri bisa terjadi karena pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air, melalui air dan makanan yang tercemar, atau lalat yang menyebarkan langsung dari tinja ke makanan.
Di kota-kota besar, dimana sumber air untuk minum dan mencuci bahan makanan berasal dari air kali yang sekaligus berfungsi sebagai penampungan limbah atau kakus, bakteri tifoid yang lolos dari proses pemasakan dapat berada dalam minuman dan makanan.

Gejala
Timbul secara bertahap dalam waktu 8 – 14 hari setelah terinfeksi. Gejala bisa berupa :
  • demam, seringkali tinggi ( 39 atau 40 C)
  • sakit kepala
  • lemah dan lelah
  • sakit tenggorokan
  • nyeri perut
  • diare (terutama anak-anak) atau konstipasi / sembelit (terutama orang dewasa)
  • memasuki minggu kedua, pada penderita bisa timbul bercak kecil kemerahan di bagian bawah dada atau bagian atas perut, yang biasanya hilang dalam 3 – 4 hari.

Penderita demam tifoid mulai demam rendah pada malam hari, hilang esoknya, terulang lagi malamnya, menjadi makin hari makin tinggi. Mulainya malam saja, kemudian siang juga. Pola demam semakin hari semakin naik, seperti anak tangga. Demam Tifoid tidak pernah mulai dengan demam tinggi pada hari pertama sampai ketiga.
Pada penderita yang tidak menerima pengobatan, penderita akan memasuki tahap kedua dimana penderita akan menjadi semakin sakit, demam tinggi yang konstan, diare dan konstipasi. Pada minggu ketiga, penderita akan semakin lemah. Komplikasi yang membahayakan jiwa biasanya terjadi pada waktu ini. Perbaikan akan terjadi secara perlahan pada minggu ke empat. Demam menurun secara bertahap dan suhu penderita kembali normal pada minggu atau 10 hari berikutnya. Tetapi gejala dapat timbul kembali selama 2 minggu sesudah demam menghilang (10% kasus yang tidak diobati).
Demam paratifoid, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Paratyphi, menyebabkan gejala yang serupa, hanya lebih ringan dan penderita bisa sembuh lebih cepat.
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi komplikasi terutama bila tidak diobati atau pengobatan terlambat, berupa :
  • Perdarahan usus (2% penderita)
  • Perforasi usus (1 – 2% penderita) yang menyebabkan nyeri perut karena isi usus menginfeksi rongga perut (peritonitis)
  • Pneumonia, biasanya jika terjadi infeksi pnemokokus meskipun bakteri tifoid juga bisa menyebabkan pneumonia)
  • Infeksi kandung kemih dan hati
  • Infeksi darah (bakteremia) yang kadang menyebabkan infeksi organ tubuh lainnya
Bahkan setelah pengobatan dengan antibiotika, sejumlah kecil orang yang sembuh dari demam tifoid terus membawa bakteri dalam saluran pencernaan mereka selama bertahun-tahun. Orang seperti ini disebut “typhoid carriers”, menyebarkan bakteri melalui feses dan bisa menginfeksi orang lain, walaupun mereka tidak menampakkan gejala penyakit demam tifoid.

Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Ciri khas penyakit ini adalah pola demamnya yang seperti anak tangga.
Bila demam terus berlanjut dan pada hari ke 5 - 6 menjadi lebih tinggi, maka barulah tiba waktunya untuk memeriksa Widal dan melakukan pembiakan kuman dari darah dengan media pembiakan empedu (gal culture). Hasil pembiakan kuman tifoid yang positif merupakan bukti pasti adanya tifoid. Sayangnya, hasil kultur kuman ini baru diketahui sesudah satu minggu.


Saat ini banyak ditemui kesalahkaprahan dalam penegakan diagnosis tifoid, antara lain
  • Terburu-buru memeriksakan darah ke laboratorium, padahal baru demam 2 – 3 hari
  • Hanya semata mengandalkan uji Widal untuk menegakkan diagnosis demam tifoid
  • Lebih mementingkan hasil uji laboratorium atau penunjang ketimbang gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Padahal dari definisinya saja, uji laboratorium atau penunjang seharusnya bersifat sebagai penguat atau penunjang penegakan diagnostik yang dilakukan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
Mengapa Uji Widal Saja Tidak Cukup ?
Berdasarkan literatur kedokteran, uji Widal bukanlah pemeriksaan penunjang yang paling tepat (gold standard) untuk menentukan apakah seseorang terkena demam tifoid atau tidak. Pemeriksaan penunjang yang paling tepat adalah pembiakan kuman / kultur dari darah (gal culture), yang sayangnya memakan biaya yang besar dan waktu yang lama, sedangkan keputusan untuk memberikan terapi harus diputuskan segera. Namun pengobatan bisa dimulai berdasarkan penegakan diagnosis dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
Kelemahan uji Widal :
  • Bisa memberikan hasil positif palsu pada anak yang sudah menerima vaksin tifoid.
  • Indonesia merupakan daerah endemik tifoid (endemik = merata di seluruh kawasan tertentu). Kebanyakan kota besar di Indonesia seolah sudah seperti kakus terbuka raksasa, air yang tercemari oleh tinja penderita dengan mudah masuk ke dalam minuman atau makanan. Oleh karena itu, kemungkinan besar semua orang di kota besar Indonesia tidak ada yang tidak pernah menelan kuman tifoid. Dengan demikian, bila ditemukan seseorang di Indonesia yang mempuyai reaksi Widal positif, belum tentu menderita demam tifoid.
  • Uji Widal memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas sedang (moderate). Pada kultur yang terbukti positif, uji Widal yang menunjukkan nilai negatif bisa mencapai 30 persen.


Pengobatan
Pemberian antibiotik adalah satu-satunya terapi efektif untuk demam tifoid dan paratifoid. Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat disembuhkan.
Selain pengobatan dengan antibiotika, yang penting adalah tirah baring (tidur terlentang) selama beberapa hari sampai demam mereda. Bila penderita banyak bergerak, suhu badan akan naik lagi karena kuman terlepas dari tempat perkembangannya di usus masuk ke dalam darah. Pergerakan banyak juga menimbulkan risiko usus pecah pada minggu ke 3 - 4. Dengan perawatan dan obat, demam baru akan turun dalam 4 - 8 hari. Bila panas sudah turun dalam 1 - 2 hari setelah pengobatan, kemungkinan bukan demam tifoid.
Terapi lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi gejala adalah :
  • intake cairan untuk mencegah dehidrasi akibat demam tinggi dan diare
  • pengaturan makan tinggi kalori untuk mengganti kalori yang hilang akibat sakit, berupa nasi agak lembek. Daging, telur, ikan, ayam, tahu, tempe, sedikit sayur, dan buah boleh dikonsumsi. Hindari makanan yang pedas dan keras.
Pencegahan
Pemberian vaksin tifoid. Pada anak-anak usia 2 – 12 tahun mulai diberikan ketika usia 2 tahun dengan ulangan tiap 3 tahun. Pada orang dewasa, vaksin per-oral (ditelan) memberikan perlindungan 70%, hanya diberikan kepada orang yang pernah terpapar bakteri Salmonella Typhi dan orang beresiko tinggi (petugas laboratorium dan pelancong).
Untuk mencegah penyebaran bakteri dari penderita / orang yang baru sembuh dari demam tifoid :
  • Mencuci tangan sesering mungkin dengan benar, terutama sebelum makan dan sesudah menggunakan toilet. Gunakan air hangat, gosokkan sabun minimal 30 detik sebelum dibilas.
  • Bersihkan peralatan rumah tangga setiap hari, seperti toilet, pegangan pintu, gagang telepon dan keran minimal sekali sehari dengan cairan pembersih dan tisu / kain sekali pakai.
  • Hindari menyiapkan hidangan makanan/minuman untuk orang lain sampai dokter menyatakan benar-benar sembuh. Di negara maju, orang yang bekerja di industri / jasa makanan belum boleh kembali bekerja hingga hasil tes menunjukkan orang tersebut tidak lagi membawa bakteri tifoid.
  • Gunakan barang pribadi secara terpisah, seperti handuk, seprai, peralatan makan dan cuci sesering mungkin dengan air hangat dan sabun. Beberapa barang perlu direndam terlebih dahulu dalam cairan disinfektan.
sumber: www.beingmom.org

Tidak ada komentar: