Kamis, 18 Desember 2008

EPILEPSI

EPILEPSI sering diidentikkan dengan penyakit yang menakutkan.Padahal epilepsi secara medis adalah penyakit akibat adanya gangguan pada otak.

Pada masyarakat awam, epilepsi lebih dikenal dengan nama ayan.Penyakit ini sangat menakutkan bagi masyarakat, terutama mereka yang berpendidikan rendah. Epilepsi bahkan dianggap sebagai penyakit kerasukan roh hingga kegilaan yang parah.

Anggapan tersebut sebenarnya sangat beralasan karena jika pengidap epilepsi yang parah bisa mendadak mengalami serangan dan mereka sanggup melukai diri sendiri. Misalnya, membentur-benturkan kepala atau memukulmukul tubuh mereka sendiri. Serangan itu diiringi pula dengan keluarnya busa di mulut dan kejang yang berulang.

”Epilepsi sangat sulit dideteksi. Apalagi jika penderita mendapatkan epilepsi dengan serangannya ringan, misalnya kaget tanpa sebab tapi sering. Epilepsi sebenarnya terjadi karena lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak pada otak sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu,” kata dokter spesialis saraf yang juga pengajar di Universitas Gadjah Mada, dr Yolanda Atmadja SpS.

Awal kata epilepsi,berasal dari bahasa Yunani (epilepsia) yang berarti serangan.Penyakit ini tidak menular dan bukan penyakit keturunan. Epilepsi juga tidak identik dengan orang yang mengalami keterbelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang mendapatkan epilepsi tanpa diketahui penyebabnya.

Sebenarnya, di d a l a m otak pend e r i t a epilepsi terdapat sel-sel saraf (neuron), yang bertugas mengoordinasikan semua aktivitas tubuh, termasuk perasaan, penglihatan,dan berpikir. Namun, bagi penderita epilepsi, otot saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadilah serangan yang membuat penderita epilepsi mendapatkan kejang, terdiam sejenak, kaget dengan sangat hebat, hingga kejang-kejang dengan busa di mulut.

Pada penderita epilepsi, saraf otak tidak berfungsi dengan baik.Penyebabnya adalah trauma kepala (pernah mengalami cedera di daerah kepala) ataupun tumor otak. Sering juga disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran,luka kepala,stroke dan konsumsi alkohol berlebih ketika si ibu sedang hamil.

Menurut Yolanda, seseorang dapat dinyatakan menderita epilepsi jika orang tersebut mengalami kejang yang bukan karena alkohol dan tekanan darah yang sangat rendah.

”Alat pendeteksi yang digunakan biasanya adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang menggunakan magnet sangat kuat untuk mendapatkan gambaran dalam tubuh atau otak seseorang. Bisa juga digunakan EEG (Electro Encephalo Graphy) alat untuk mengecek gelombang otak,”katanya.

Lalu, yang disayangkan, Yolanda menyebutkan, adalah pandangan masyarakat terhadap epilepsi yang sangat buruk. Bahkan, secara umum, masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi.

”Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular dan penyakit jiwa. Selain itu, epilepsi juga bukan karena kemasukan roh dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan,” sebut dokter berambut ikal tersebut.

Lebih lanjut Yolanda mengatakan, banyak jenis epilepsi di antaranya epilepsi tonik klonik (grandmal), epilepsi absans (petit mal), epilepsi parsial sederhana, epilepsi parsial komplek, epilepsi atonik, dan epilepsi mioklonik.

”Cara menanggulangi jika kebetulan menemukan penderita epilepsi yang tengah kumat, jangan sekali- kali memasukkan atau meletakkan sesuatu ke dalam mulut penderita. Jangan memaksa membuka gigi atau menahan gerakan saat klonik (kejang). Biarkan penderita sadar sendiri,” sebutnya.

Senada dengan Yolanda, ahli bedah saraf dari Universitas Indonesia (UI) Dr Dharmawan mengatakan, penderita epilepsi atau ayan bisa disembuhkan dengan pengobatan dan bedah saraf. Bahkan, diakuinya, penyandang epilepsi berkisar 1% dari total jumlah penduduk, atau sebanyak 2 juta jiwa. Sebanyak 70% di antaranya dapat disembuhkan dengan menggunakan pengobatan secara teratur.

Sementara 30% belum mampu diobati dengan mengonsumsi obat. ”30% penyandang epilepsi bisa dibantu melalui operasi bedah saraf, dengan tingkat keberhasilan 90%,”katanya. Proses bedah saraf bagi penderita epilepsi menurut Dharmawan sekarang sudah sangat canggih. Terutama epilepsi yang diakibatkan gangguan pada otak samping atau lobus temporalis, dikenal dengan epilepsi psikomotorik.

Mampu Hidup Normal

MEMILIKI anak-anak yang sehat dan cerdas tentu menjadi impian setiap orang. Namun, tidak semua orangtua beruntung bisa memiliki anak yang sehat dan cerdas seperti yang diimpikan.

Cacat bawaan hingga penyakit yang menimpa anak-anak yang dilahirkan, tentu saja membuat resah para orangtua. Sangat banyak jenis penyakit yang bisa menyerang anakanak. Mulai demam ringan,hingga autis yang terkadang tidak terdeteksi.

Banyak orangtua merasa frustrasi ketika mengetahui kalau anak-anak mereka mengalami penyakit yang dianggap masih aneh di tengah masyarakat termasuk epilepsi. Bayangan kejang mendadak yang menakutkan dan masa depan suram sepertinya otomatis hinggap pada pikiran orangtua.

Padahal kenyataannya banyak penderita epilepsi sukses menjalani karier pada pekerjaan yang ditekuni. Walaupun tidak ada pengobatan yang benar-benar bisa menyembuhkan epilepsi, dengan bantuan pengobatan yang benar dan tepat,sebesar 80% anak yang mengidap penyakit ini mampu hidup normal.

Hingga saat ini, penyebab epilepsi pada bayi masih sulit ditentukan.Para dokter yang menangani epilepsi pada bayi atau lazim disebut idiopatik,juga masih kesulitan menemukan gejalanya.Namun, tidak ditemukan kaitan antara orangtua pengidap epilepsi dan anak-anak mereka yang juga menyandang epilepsi.

”Sejauh ini belum ada obat untuk menyembuhkan epilepsi,dan sayangnya terapi serangan mendadak praktis juga belum ada. Hanya ada cara bagaimana mengelola serangan itu,” kata Kepala Divisi Neurology di Nemours Children’s’ Clinic, Jacksonville, Florida, William R Turk MD.

Sekitar 400.000 anak di Amerika mengidap epilepsi, dan mereka dapat mengendalikan serangan mendadak itu serta mampu hidup normal. Jika kemudian terjadi serangan mendadak, biasanya serangan itu berlangsung sangat cepat, dan tidak banyak waktu untuk berbuat sesuatu.Peristiwa kejangkejang, dengan mulut mengeluarkan busa,sering kali menjadi saat yang menakutkan bagi yang melihat.

Sedangkan kebanyakan kasus epilepsi di Indonesia yang terjadi adalah pandangan masyarakat yang sangat buruk terhadap penyakit tersebut. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang dikucilkan dan dijauhi dari pergaulan sehari-hari.

”Sebenarnya epilepsi itu bisa disembuhkan.Apalagi pada anakanak, dengan perawatan dan terapi yang intensif dan benar bisa membuat anak-anak penderita epilepsi hidup normal seperti anak-anak biasa,” kata ahli bedah saraf Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr Budi Waluyo.

Menurut Budi yang harus dilakukan orangtua adalah segeralah memeriksakan kesehatan anak-anak atau bayi sejak dini. Selain itu salah satu cara paling ampuh adalah dengan memperhatikan gerakan-gerakan yang dilakukan anak sejak lahir. Kalau saja balita atau bayi sering melakukan gerakangerakan yang aneh tanpa sebab dan berulang-ulang, maka segera hubungi dokter anak untuk menanyakannya.

Kemudian perhatikan juga jika dia mulai sering terkejut (kaget) tanpa sebab yang jelas dan mengulanginya hingga beberapa kali. Itu merupakan gejala epilepsi yang bisa dideteksi dengan kasatmata.(bernadette lilia nova/sindo.

sumber: www.cpddokter.com

Tidak ada komentar: