Pendahuluan
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Sakit kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungdi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya. Walaupun lesi structural jarang ditemukan pada kebanyakan pasien yang mengalami cephalgia, keberadaan lesi tersebut tetap penting untuk diwaspadai. Sekitar satu pertiga pasien tumor otak, sebagai contoh, datang dengan keluhan utama sakit kepala1
Intensitas, kualitas, dan lokasi nyeri –terutama durasi dari cephalgia dan keberadaan gejala neurologik terkait- dapat memberikan tanda penyebab. Migraine atau nyeri kepala tipe tegang biasanya dijelaskan sebagai sensasi berdenyut; sensasi tekanan juga umum terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri seperti tertusuk-tusuk menandakan penyebab neuritik; nyeri okuler dan periorbital menandakan terjadinya migraine atau nyeri kepala kluster, dan nyeri kepala persisten merupakan gejala tipikal dari massa intracranial. Nyeri okuler dan periokuler menandakan gangguan ophtalmologik, nyeri dengan sensasi terikat umum pada nyeri kepala tipe tegang. Pada pasien dengan sinusitis, mungkin didapatkan rasa nyeri pada kulit dan tulang sekitar.1
Cephalgia menandakan aktivasi dari serat afferent primer yang menginnervasi pembuluh darah cephalic, terutama pembuluh darah meningeal atau cerebral.Kebanakan serat nosiseptif yang menginnervasi struktur ini berasal dari neuron pseudounipolar yang terletak dalam ganglia trigerminal (divisi pertama), walaupun beberapa lainna berasal dari dalam ganglia servikal bagian atas. Rangsangan yang mengaktivasi serat ini cukup bervariabel, mulai dari traksi mekanikal langsung akibat tumor sampai iritasi kimia yang disebabkan oleh infeksi SSP atau perdarahan subarachnoid. Pada pasien dengan gangguan cephalgia sekunder, sakit kepala berasal dari sumber struktur atau peradangan yang dapat teridentifikasi. Penanganan terhadap abnormalitas primer tersebut dapat mengakibatkan penyembuhan sakit kepala. Akan tetapi kebanyakan pasien dengan sakit kepala yang kronik memiliki gangguan cephalgia primer seperti migraine atau nyeri kepala tipe tegang, dimana pada keadaan ini pemeriksaan fisik dan laboratorium biasanya normal.2,3
Teori vasogenik yang mengatakan bahwa vasokonstriksi intracranial berperan terhadap terjadinya gejala aura migraine dan cephalgia terjadi akibat dilatasi “rebound” atau distensi pembuluh cranial dan aktivasi dari akson nosiseptif perivaskuler. Teori ini berdasarkan pengamatan dari adanya (1) Pelebaran pembuluh ekstrakranial dan denyut selama serangan migraine terjadi pada kebanyakan pasien, sehingga menandakan kemungkinan peranan penting dari pembuluh cranial; (2) Rangsangan pembuluh intracranial pada pasien yang terjada mengakibatkan sakit kepala ipsilateral; dan (3) Zat yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, seperti ergot alkaloid, ergot alkaloids, meringankan sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrat, dapat memicu serangan.2
Hipotesis lainnya yaitu teori neurogenik, yaitu mengidentifikasi otak sebagai pusat migraine dan menyatakan bahwa kemugkinan serangan migrain menandakan ambang nyeri intrinsic otak untuk tiap individu; perubahan vaskuler yang terjadi saat migraine merupakan akibat bukan penyebab dari serangan migraine. Dukungan dari hipotesis ini berdasar pada serangan migraine biasanya diikuti dengan beragam gejala fokal (pada aura) dan vegetatif (pada prodromal) yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana dari terjadinya vasokonstriksi dalam distribusi tunggal neurovaskuler.3
Sepertinya elemen dari kedua teori ini telah dapat menjelaskan beberapa patofisiologi dasar dari migraine dan gangguan cephalgia primer lainnya. Pencitraan (i.e., magnetic resonance imaging [MRI] dan positron emission tomography [PET]) dan pemeriksaan genetic yang mengkonfirmasi bahwa migraine dan cephalgia terkait merupakan gangguan dari neurovaskuler.2
Klasifikasi
Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan melibatkan sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache Disorders, 2nd edition” untuk nyeri kepala.
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu migraine, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan nyeri kepala primer lainnya.4
Migraine
Istilah migraine berasal dari kata Yunani yang berarti “sakit kepala sesisi”. Memang pada 2/3 penderita migraine, nyerinya dirasakan secara unilateral, tetapi pada 1/3 lainnya dinyatakan pada kedua belah sisi secara bergantian dan tidak teratur. Rasa nyeri ini disebabkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah besar intracranial dan dibebaskannya substansi neurokinin ketika vasodilatasi terjadi. Penyebab vasodilatasi ini belum diketahui.5
Terdapat dua syndrome klinis migraine, yaitu migraine dengan aura dan migraine tanpa aura. 4,6. Selama beberapa tahun, migraine dengan aura dikatakan sebagai migraine klasik dan sindrom yang kedua dikatakan sebagai migraine umum. Migrain disertai aura diawali dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala hemikranial (unilateral), mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan selama beberapa jam kadangpula terjadi dalam sehari penuh bahkan lebih. Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala hemikranial disertai atau tanpa mual muntah yang terjadi secara tiba-tiba tanpa gangguan fungsi saraf sebagai pertanda dan gejala ini terjadi dalam beberapa menit atau jam. Aspek hemikranial dan sensasi berdenyut merupakan karakteristik paling khas yang membedakan migraine dengan jenis nyeri kepala lainnya.6
Terdapat banyak jenis farmakoterapi yang digunakan untuk mengatasi migraine dan pemilihan untuk tiap pasien bergantung dari tingkat keparahan serangan, gejala terkait seperti mual dan muntah, permasalahan komorbid, dan respon pasien terhadap pengobatan. Pemberian analgesic tunggal atau dikombinasikan dengan komponen lainnya telah terbukti meringankan nyeri kepala ringan hingga berat. Agonis 5-HT1 dan/atau analgesi opioid dapat diberikan dan dapat dikombinasikan dengan antagonis dopamine jika migraine tergolong berat. Penggunaan farmakoterapi ini harus dibatasi hingga 2-3 hari dalam seminggu untuk mencegah berkembangnya fenomena nyeri kepala rebound.7
Nyeri Kepala Tipe Tegang
Nyeri kepala tipe tegang (NKTT) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan nyeri kepala tanpa sebab yang jelas dan kurang memiliki gambaran khas dibanding migraine dan nyeri kepala cluster. Mekanisme patofisiologi yang mendasarinya tidak diketahui secara pasti dan ketegangan sepertinya bukan penyebab utama. Kontraksi dari otot leher dan kulit kepala yang selama ini telah dikatakan sebagai penyebab, kemungkinan hanya merupakan fenomena sekunder. 8
Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan kronik yang bermulai setelah umur 20 tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri kepala bilateral pada bagian occipital tanpa sensasi denyutan dan tidak disertai rasa mual, muntah, atau gangguan penglihatan. Nyeri biasa dideskripsikan seperti ada pita yang mengikat kepala dengan ketat. Wanita lebih sering terkena dibanding pria. 8
Walaupun NKTT dan migraine dianggap suatu gangguan yang berbeda, tidak jarang ditemukan pasien yang mengalami nyeri kepala dengan gejala keduanya. Pasien yang diklasifikasikan NKTT seperti ini mengalami nyeri kepala berdenyut, nyeri kepala unilateral, atau mengalami muntah pada saat serangan. Konsekuensinya, mungkin lebih tepat menganggap NKTT dan migraine merupakan perwakilan dari suatu kutub berlawanan dari satu spectrum klinis 8
Nyeri kepala tipe tegang dapat diatasi dengan pemberian analgesic sederhana, seperti aspirin atau asetaminophen atau jenis NSAID lainnya. Akan tetapi pengobatan ini hanya diberi dalam periode yang singkat. Nyeri kepala tipe tegang berespon sangat baik pada obat yang digunakan untuk menanganai depresi atau kecemasan, terutama jika kedua gangguan ini ditemukan. Raskin melaporkan keberhasilan menanganai NKTT dengan calcium channel blocker, phenelzine, atau cyptoheptadine. Ergotamine dan propanolol kurang efektif kecuali ditemukan gejala migraine dan NKTT secara bersamaan. Teknik relaksasi juga dapat digunakan untuk mengatasi stress dan kecemasan yang dapat menyebabkan terpicunya NKTT.6,9
Nyeri Kepala Cluster
Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi pada usia yang lebih tua dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial pada daerah yang lebih kecil dibanding migraine, sering kali pada daerah orbital, sehingga dikatakan sebagai klaster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat, nyeri tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien mengalami serangan dengan durasi 30 hingga 60 menit. 8,10
Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya terjadi pada region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya terjadi pada malam hari, membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam satu hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning sensastion) pada aspek lateral dari hidung atau sebagai sensasi tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral, kongesti nasal, ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien dengan gejala gastrointestinal 10
Serangan nyeri kepala cluster nokturnal dapat ditangani dengan dosis ergotamine sebelum tidur untuk mencegah serangan. Pemberian lidocaine intranasal atau sumatriptan dapat pula digunakan pada serangan akut. Pada beberapa pasien, ergotamine diberikan satu kali atau dua kali perhari juga terbukti bermanfaat. Jika ergotamine dan sumatriptan tidak efektif mengatasi serangan, beberapa neurolog pakar nyeri kepala menyarankan penggunaan verapamil dengan dosis hingga 480 mg per hari. Ekbom memperkenalkan terapi lithium untuk nyeri kepala cluster dan Kudrow telah membuktikan efektivitas lithium pada kasus kronik. Indomethacin dengan dosis 75 mg hingga 200 mg/hari telah dilaporkan berhasil pada kasus kronik akan tetapi beberapa pasien juga tidak mengalami perbaikan. Beberapa kasus nyeri kepala cluster tidak dapat diatasi dengan terapi farmakoterapi dan membutuhkan pemotongan nervus trigerminus parsial, seperti dideskripsikan Jarrar dkk.6
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Sakit kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungdi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya. Walaupun lesi structural jarang ditemukan pada kebanyakan pasien yang mengalami cephalgia, keberadaan lesi tersebut tetap penting untuk diwaspadai. Sekitar satu pertiga pasien tumor otak, sebagai contoh, datang dengan keluhan utama sakit kepala1
Intensitas, kualitas, dan lokasi nyeri –terutama durasi dari cephalgia dan keberadaan gejala neurologik terkait- dapat memberikan tanda penyebab. Migraine atau nyeri kepala tipe tegang biasanya dijelaskan sebagai sensasi berdenyut; sensasi tekanan juga umum terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri seperti tertusuk-tusuk menandakan penyebab neuritik; nyeri okuler dan periorbital menandakan terjadinya migraine atau nyeri kepala kluster, dan nyeri kepala persisten merupakan gejala tipikal dari massa intracranial. Nyeri okuler dan periokuler menandakan gangguan ophtalmologik, nyeri dengan sensasi terikat umum pada nyeri kepala tipe tegang. Pada pasien dengan sinusitis, mungkin didapatkan rasa nyeri pada kulit dan tulang sekitar.1
Cephalgia menandakan aktivasi dari serat afferent primer yang menginnervasi pembuluh darah cephalic, terutama pembuluh darah meningeal atau cerebral.Kebanakan serat nosiseptif yang menginnervasi struktur ini berasal dari neuron pseudounipolar yang terletak dalam ganglia trigerminal (divisi pertama), walaupun beberapa lainna berasal dari dalam ganglia servikal bagian atas. Rangsangan yang mengaktivasi serat ini cukup bervariabel, mulai dari traksi mekanikal langsung akibat tumor sampai iritasi kimia yang disebabkan oleh infeksi SSP atau perdarahan subarachnoid. Pada pasien dengan gangguan cephalgia sekunder, sakit kepala berasal dari sumber struktur atau peradangan yang dapat teridentifikasi. Penanganan terhadap abnormalitas primer tersebut dapat mengakibatkan penyembuhan sakit kepala. Akan tetapi kebanyakan pasien dengan sakit kepala yang kronik memiliki gangguan cephalgia primer seperti migraine atau nyeri kepala tipe tegang, dimana pada keadaan ini pemeriksaan fisik dan laboratorium biasanya normal.2,3
Teori vasogenik yang mengatakan bahwa vasokonstriksi intracranial berperan terhadap terjadinya gejala aura migraine dan cephalgia terjadi akibat dilatasi “rebound” atau distensi pembuluh cranial dan aktivasi dari akson nosiseptif perivaskuler. Teori ini berdasarkan pengamatan dari adanya (1) Pelebaran pembuluh ekstrakranial dan denyut selama serangan migraine terjadi pada kebanyakan pasien, sehingga menandakan kemungkinan peranan penting dari pembuluh cranial; (2) Rangsangan pembuluh intracranial pada pasien yang terjada mengakibatkan sakit kepala ipsilateral; dan (3) Zat yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, seperti ergot alkaloid, ergot alkaloids, meringankan sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrat, dapat memicu serangan.2
Hipotesis lainnya yaitu teori neurogenik, yaitu mengidentifikasi otak sebagai pusat migraine dan menyatakan bahwa kemugkinan serangan migrain menandakan ambang nyeri intrinsic otak untuk tiap individu; perubahan vaskuler yang terjadi saat migraine merupakan akibat bukan penyebab dari serangan migraine. Dukungan dari hipotesis ini berdasar pada serangan migraine biasanya diikuti dengan beragam gejala fokal (pada aura) dan vegetatif (pada prodromal) yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana dari terjadinya vasokonstriksi dalam distribusi tunggal neurovaskuler.3
Sepertinya elemen dari kedua teori ini telah dapat menjelaskan beberapa patofisiologi dasar dari migraine dan gangguan cephalgia primer lainnya. Pencitraan (i.e., magnetic resonance imaging [MRI] dan positron emission tomography [PET]) dan pemeriksaan genetic yang mengkonfirmasi bahwa migraine dan cephalgia terkait merupakan gangguan dari neurovaskuler.2
Klasifikasi
Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan melibatkan sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache Disorders, 2nd edition” untuk nyeri kepala.
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu migraine, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan nyeri kepala primer lainnya.4
Migraine
Istilah migraine berasal dari kata Yunani yang berarti “sakit kepala sesisi”. Memang pada 2/3 penderita migraine, nyerinya dirasakan secara unilateral, tetapi pada 1/3 lainnya dinyatakan pada kedua belah sisi secara bergantian dan tidak teratur. Rasa nyeri ini disebabkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah besar intracranial dan dibebaskannya substansi neurokinin ketika vasodilatasi terjadi. Penyebab vasodilatasi ini belum diketahui.5
Terdapat dua syndrome klinis migraine, yaitu migraine dengan aura dan migraine tanpa aura. 4,6. Selama beberapa tahun, migraine dengan aura dikatakan sebagai migraine klasik dan sindrom yang kedua dikatakan sebagai migraine umum. Migrain disertai aura diawali dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala hemikranial (unilateral), mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan selama beberapa jam kadangpula terjadi dalam sehari penuh bahkan lebih. Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala hemikranial disertai atau tanpa mual muntah yang terjadi secara tiba-tiba tanpa gangguan fungsi saraf sebagai pertanda dan gejala ini terjadi dalam beberapa menit atau jam. Aspek hemikranial dan sensasi berdenyut merupakan karakteristik paling khas yang membedakan migraine dengan jenis nyeri kepala lainnya.6
Terdapat banyak jenis farmakoterapi yang digunakan untuk mengatasi migraine dan pemilihan untuk tiap pasien bergantung dari tingkat keparahan serangan, gejala terkait seperti mual dan muntah, permasalahan komorbid, dan respon pasien terhadap pengobatan. Pemberian analgesic tunggal atau dikombinasikan dengan komponen lainnya telah terbukti meringankan nyeri kepala ringan hingga berat. Agonis 5-HT1 dan/atau analgesi opioid dapat diberikan dan dapat dikombinasikan dengan antagonis dopamine jika migraine tergolong berat. Penggunaan farmakoterapi ini harus dibatasi hingga 2-3 hari dalam seminggu untuk mencegah berkembangnya fenomena nyeri kepala rebound.7
Nyeri Kepala Tipe Tegang
Nyeri kepala tipe tegang (NKTT) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan nyeri kepala tanpa sebab yang jelas dan kurang memiliki gambaran khas dibanding migraine dan nyeri kepala cluster. Mekanisme patofisiologi yang mendasarinya tidak diketahui secara pasti dan ketegangan sepertinya bukan penyebab utama. Kontraksi dari otot leher dan kulit kepala yang selama ini telah dikatakan sebagai penyebab, kemungkinan hanya merupakan fenomena sekunder. 8
Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan kronik yang bermulai setelah umur 20 tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri kepala bilateral pada bagian occipital tanpa sensasi denyutan dan tidak disertai rasa mual, muntah, atau gangguan penglihatan. Nyeri biasa dideskripsikan seperti ada pita yang mengikat kepala dengan ketat. Wanita lebih sering terkena dibanding pria. 8
Walaupun NKTT dan migraine dianggap suatu gangguan yang berbeda, tidak jarang ditemukan pasien yang mengalami nyeri kepala dengan gejala keduanya. Pasien yang diklasifikasikan NKTT seperti ini mengalami nyeri kepala berdenyut, nyeri kepala unilateral, atau mengalami muntah pada saat serangan. Konsekuensinya, mungkin lebih tepat menganggap NKTT dan migraine merupakan perwakilan dari suatu kutub berlawanan dari satu spectrum klinis 8
Nyeri kepala tipe tegang dapat diatasi dengan pemberian analgesic sederhana, seperti aspirin atau asetaminophen atau jenis NSAID lainnya. Akan tetapi pengobatan ini hanya diberi dalam periode yang singkat. Nyeri kepala tipe tegang berespon sangat baik pada obat yang digunakan untuk menanganai depresi atau kecemasan, terutama jika kedua gangguan ini ditemukan. Raskin melaporkan keberhasilan menanganai NKTT dengan calcium channel blocker, phenelzine, atau cyptoheptadine. Ergotamine dan propanolol kurang efektif kecuali ditemukan gejala migraine dan NKTT secara bersamaan. Teknik relaksasi juga dapat digunakan untuk mengatasi stress dan kecemasan yang dapat menyebabkan terpicunya NKTT.6,9
Nyeri Kepala Cluster
Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi pada usia yang lebih tua dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial pada daerah yang lebih kecil dibanding migraine, sering kali pada daerah orbital, sehingga dikatakan sebagai klaster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat, nyeri tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien mengalami serangan dengan durasi 30 hingga 60 menit. 8,10
Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya terjadi pada region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya terjadi pada malam hari, membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam satu hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning sensastion) pada aspek lateral dari hidung atau sebagai sensasi tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral, kongesti nasal, ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien dengan gejala gastrointestinal 10
Serangan nyeri kepala cluster nokturnal dapat ditangani dengan dosis ergotamine sebelum tidur untuk mencegah serangan. Pemberian lidocaine intranasal atau sumatriptan dapat pula digunakan pada serangan akut. Pada beberapa pasien, ergotamine diberikan satu kali atau dua kali perhari juga terbukti bermanfaat. Jika ergotamine dan sumatriptan tidak efektif mengatasi serangan, beberapa neurolog pakar nyeri kepala menyarankan penggunaan verapamil dengan dosis hingga 480 mg per hari. Ekbom memperkenalkan terapi lithium untuk nyeri kepala cluster dan Kudrow telah membuktikan efektivitas lithium pada kasus kronik. Indomethacin dengan dosis 75 mg hingga 200 mg/hari telah dilaporkan berhasil pada kasus kronik akan tetapi beberapa pasien juga tidak mengalami perbaikan. Beberapa kasus nyeri kepala cluster tidak dapat diatasi dengan terapi farmakoterapi dan membutuhkan pemotongan nervus trigerminus parsial, seperti dideskripsikan Jarrar dkk.6
2 komentar:
sangat bagus info tentang kesehatannya...klo boleh tolong saya dikirim i info info tntg kesehatan di fb saya ya...ryanbagus17@gmail.com..makasihh
Ryan Bagus... Terima kasih broo... oke saya postkan ke FB nya...
Posting Komentar