Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu penyakit atau sindrom yang mengenai glumerulus yang ditandai dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.(3,4,6,7)
Etiologi
Pada etiologi sindrom nefrotik hampir 75-80% belum diketahui atau idiopatik, yang akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi (3,4,6) :
I.Sindroma nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
II.Sindroma nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
1.Malaria kuartana atau parasit lain.
2.Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3.Glumerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis.
4.Toksin spesifik, logam berat: emas, bismuth, merkuri, obat-obatan dan bahan kimia: seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun otak, air raksa.
5.Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrana-proliferatif hipokomplementemik.
III.Sindroma nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk, membagi dalam 4 golongan yaitu :
1.Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau imunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.
2.Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.
3.Glomerulonefritis proliferatif
a.Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
b.Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening).
Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobuler.
c.Dengan bulan sabit (Crescent).
Didapatkan proleferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan viseral. Prognosis buruk.
d.Glomerulonefritis membranoproliferatif.
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik.
e.Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
IV.Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk.
Patogenesis dan Patofisiologi
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien dengan sindrom nefrotik, yang diikuti dengan gambaran klinis sebagai berikut:
I.Proteinuria
Proteinuria masif merupakan kelainan dasar dari sindrom nefrotik. Proteinuria ini sebagian besar berasal dari kebocoran glumerulus (proteinuria glumerulus) dan hanya sebagian kecil yang berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubulus). Pada dasarnya proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal :
a. Jumlah serum protein yang difiltrasi glumerulus meningkat sehingga serum protein tersebut masuk ke dalam lumen tubulus.
b. Kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang telah difiltrasi glumerulus.
Pada keadaan normal membran basalis dan sel epitel bermuatan negatif maka dari itu dapat menghambat perjalanan molekul yang bermuatan positif. Pada semua bentuk sindrom nefrotik selalu ditemukan obliteransi atau fusi foot processes (pedikel) sehingga terjadi kerusakan polianion yang bermuatan negatif yang dalam keadaan normal merupakan filter atau barier terhadap serum albumin yang bermuatan negatif, dan perubahan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler glumerulus terhadap serum protein.(5,6,7)
II.Hipoproteinemia
Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar akan mengisi ruang ekstra vaskuler (EV). Plasma atau serum protein terutama terdiri dari IgG, transferin dan albumin yang mempunyai BM kecil (69.000), sehingga mudah diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu istilah hipoproteinemia identik dengan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat terjadi bila proteinuria lebih dari 3-5 gram/hari, katabolisme albumin meningkat, intake protein berkurang karena penderita mengalami anoreksia atau bertambahnya utilisasi (pemakaian ) asam amino, kehilangan protein melalui usus atau protein loosing enteropathy.(6)
III.Hipoalbuminemia
Hati memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, renal maupun ekstra renal. Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan sintesis protein (albumin) terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan ekstra vaskuler (EV) dan intra vaskuler (IV). Pada sindrom nefrotik sintesis protein oleh hati biasanya meningkat tetapi mungkin normal atau menurun. Sintesis protein oleh hati bisa meningkat 2 kali normal tetapi tidak adekuat untuk mengimbangi kehilangan protein sehingga secara keseluruhan terjadi pengurangan total protein tubuh termasuk otot-otot, bila mekanisme kompensasi sintesis albumin dalam hati tidak cukup adekuat sering disertai penurunan albumin (Hipoalbuminemia).(6)
IV.Hiperlipidemia
Pada sebagian besar pasien sindrom nefrotik ditemukan kenaikan kadar kolesterol, trigliserid dan fosfolipid. Kolesterol ini terikat pada plasma dan merupakan konstituen lipoprotein yang terdiri dari LDL, VLDL, HDL, dan pada pasien sindron nefrotik LDL dan VLDL selalu meninggi sedangkan HDL normal atau turun. Pada pasien sindrom nefrotik terjadi hubungan terbalik antara kadar kolesterol dan albumin, sehingga manipulasi ini mendukung hipotesa bahwa penurunan albumin serum dan tekanan onkotik merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau lipogenesis (de Mendosa SG dkk. 1976). Sedangkan penelitian terakhir in vivo pada pasien-pasien sindrom nefrotik menemukan bahwa, sintesis lipoprotein lipid semata-mata akibat perangsangan penurunan albumin serum penurunan tekanan onkotik, dan bukan akibat perubahan viskositas plasma. Penurunan kadar kolesterol HDL diduga akibat pengeluaran melalui urin atau mungkin terjadi hipertrigliseridemia sehingga ada efek perubahan kolesterol ester menjadi trigliserid.(6)
V.Edema
Klinis sembab atau edema menunjukkan adanya penimbunan cairan dalam ruang interstisial di seluruh tubuh, dapat diketahui dengan cara inspeksi dan palpasi. Mekanisme terjadinya edema dipengaruhi beberapa faktor :
Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glumerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia, sehingga menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma intravaskuler dan keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstitial yang menyebabkan terbentuknya edema.
Mekanisme renal, penurunan tekanan onkotik plasma protein dalam kapiler glumerulus menyebabkan penurunan volume darah efektif dan diikuti aktivitas sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, rangsangan ini menyebabkan kenaikan plasma renin dan angiotensin untuk sekresi hormon aldosteron. Kenaikan hormon aldosteron ini akan mempengaruhi sel-sel tubulus proksimal untuk mereabsorbsi ion Na+ sehingga ekskresi natrium atau natriuresis menurun. Kemudian dapat juga terjadi aktifitas saraf simpatetik dan kenaikan konsentrasi circulating catecholamine, sehingga menyebabkan kenaikan tahanan atau resistensi vaskuler renal.yang dapat juga menyebabkan penurunan dan berkurangnya filtrasi garam Na+ dan air. Dari kedua hal diatas akan menyebabkan kenaikan volume cairan seluler (VCES) dan edema.(5,6,7)
Gejala Klinis
Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 – 15 gr/hari. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Pasien juga mengeluh sesak nafas (hidrotoraks, asites) dan dapat disertai keluhan diare, nyeri perut, anoreksia.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, hipoproteinemia, hiperlipidemia hiperkolesteronemia. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin.(2,3,5,6,7)
Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut
1.Edema, sering edema anasarka.
2.Proteinuria
3.Hipoalbuminemia
4.Hiperkolesterolemia
5.Oliguria.
6.Anemia defisiensi besi
7.Bila perlu dilakukan biopsi. (1,2,3,4,5,6,7)
Komplikasi
1.Infeksi
2.Malnutrisi
3.Trombosis
4.Gagal ginjal akut.(1,5,6)
Penatalaksanaan
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
1.Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
2.Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 g/kgbb/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
3.Dengan antibiotik bila ada infeksi.
4.Diuretikum
5.Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
a.Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maximum 80 mg/hari.
b.Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maximum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermiten selam 4 minggu.
c.Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30mg, 20mg, 10mg sampai akhirnya dihentikan
6.Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis.(3)
Prognosis
Terapi anti bakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid.(3)
I.Sindroma nefrotik adalah suatu penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.
2.Menurut etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi sindrom nefrotik bawaan, sindrom nefrotik sekunder, sindrom nefrotik idiopatik, dan glomerulosklerosis fokal segmental.
3.Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda klinis, seperti edema, oliguria, proteinuria, hiperkolesteronemia, anemia defisiensi besi dan. hipoalbuminemia.
4.Terapi yang digunakan untuk sindrom nefrotik : bed rest, diet protein rendah garam, antibiotok bila ada indikasi, diuretik, kortikosteroid, dan pungsi asites bila ada indikasi vital.
5.Komplikasi dari sindrom nefrotik adalah : infeksi, malnutrisi, trombosis, gagal ginjal akut.
6.Prognosisnya umum baik..
DAFTAR PUSTAKA
1.Anonim, Sindroma Nefrotik, Behrman, R.E. MD, dkk dalam buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol 3 Edisi 15, Penerbit Buku EGC, 2000. 1828-1831.
2.Anonim, Nefrologi dan hipertensi, Mansjoer. A. dkk dalam buku Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Jilid 1. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta 2001, 525-527.
3.Anonim, Nefrologi, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak dalam Buku Kuliah II, Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta 1985, 832-835.
4.Ngastiyah, Sindrom Nefrotik, dalam buku Perawatan Anak Sakit, Jakarta, 1997, 304-310.
5.Singadipoera B.S, Sindrom Nefrotik, dalam buku Nefrologi Anak, Bandung, 1997,17-36.
6.Sukandar Enday, Sulaeman Rachmat., Sindrom Nefrotik Dalam : Soeparman, Waspadji S (ED). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta, 1990, 282 – 305.
7.Wirya I.W, Sindroma Nefrotik, Alatas dkk ed dalam Buku Ajar Nefrologi Anak Jilid 2, Ikatan Dokter Anak Indonesia Jakarta 1996, 340-394.
Sindrom nefrotik adalah suatu penyakit atau sindrom yang mengenai glumerulus yang ditandai dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.(3,4,6,7)
Etiologi
Pada etiologi sindrom nefrotik hampir 75-80% belum diketahui atau idiopatik, yang akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi (3,4,6) :
I.Sindroma nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
II.Sindroma nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
1.Malaria kuartana atau parasit lain.
2.Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3.Glumerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis.
4.Toksin spesifik, logam berat: emas, bismuth, merkuri, obat-obatan dan bahan kimia: seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun otak, air raksa.
5.Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrana-proliferatif hipokomplementemik.
III.Sindroma nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk, membagi dalam 4 golongan yaitu :
1.Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau imunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.
2.Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.
3.Glomerulonefritis proliferatif
a.Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
b.Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening).
Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobuler.
c.Dengan bulan sabit (Crescent).
Didapatkan proleferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan viseral. Prognosis buruk.
d.Glomerulonefritis membranoproliferatif.
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik.
e.Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
IV.Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk.
Patogenesis dan Patofisiologi
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien dengan sindrom nefrotik, yang diikuti dengan gambaran klinis sebagai berikut:
I.Proteinuria
Proteinuria masif merupakan kelainan dasar dari sindrom nefrotik. Proteinuria ini sebagian besar berasal dari kebocoran glumerulus (proteinuria glumerulus) dan hanya sebagian kecil yang berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubulus). Pada dasarnya proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal :
a. Jumlah serum protein yang difiltrasi glumerulus meningkat sehingga serum protein tersebut masuk ke dalam lumen tubulus.
b. Kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang telah difiltrasi glumerulus.
Pada keadaan normal membran basalis dan sel epitel bermuatan negatif maka dari itu dapat menghambat perjalanan molekul yang bermuatan positif. Pada semua bentuk sindrom nefrotik selalu ditemukan obliteransi atau fusi foot processes (pedikel) sehingga terjadi kerusakan polianion yang bermuatan negatif yang dalam keadaan normal merupakan filter atau barier terhadap serum albumin yang bermuatan negatif, dan perubahan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler glumerulus terhadap serum protein.(5,6,7)
II.Hipoproteinemia
Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar akan mengisi ruang ekstra vaskuler (EV). Plasma atau serum protein terutama terdiri dari IgG, transferin dan albumin yang mempunyai BM kecil (69.000), sehingga mudah diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu istilah hipoproteinemia identik dengan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat terjadi bila proteinuria lebih dari 3-5 gram/hari, katabolisme albumin meningkat, intake protein berkurang karena penderita mengalami anoreksia atau bertambahnya utilisasi (pemakaian ) asam amino, kehilangan protein melalui usus atau protein loosing enteropathy.(6)
III.Hipoalbuminemia
Hati memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, renal maupun ekstra renal. Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan sintesis protein (albumin) terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan ekstra vaskuler (EV) dan intra vaskuler (IV). Pada sindrom nefrotik sintesis protein oleh hati biasanya meningkat tetapi mungkin normal atau menurun. Sintesis protein oleh hati bisa meningkat 2 kali normal tetapi tidak adekuat untuk mengimbangi kehilangan protein sehingga secara keseluruhan terjadi pengurangan total protein tubuh termasuk otot-otot, bila mekanisme kompensasi sintesis albumin dalam hati tidak cukup adekuat sering disertai penurunan albumin (Hipoalbuminemia).(6)
IV.Hiperlipidemia
Pada sebagian besar pasien sindrom nefrotik ditemukan kenaikan kadar kolesterol, trigliserid dan fosfolipid. Kolesterol ini terikat pada plasma dan merupakan konstituen lipoprotein yang terdiri dari LDL, VLDL, HDL, dan pada pasien sindron nefrotik LDL dan VLDL selalu meninggi sedangkan HDL normal atau turun. Pada pasien sindrom nefrotik terjadi hubungan terbalik antara kadar kolesterol dan albumin, sehingga manipulasi ini mendukung hipotesa bahwa penurunan albumin serum dan tekanan onkotik merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau lipogenesis (de Mendosa SG dkk. 1976). Sedangkan penelitian terakhir in vivo pada pasien-pasien sindrom nefrotik menemukan bahwa, sintesis lipoprotein lipid semata-mata akibat perangsangan penurunan albumin serum penurunan tekanan onkotik, dan bukan akibat perubahan viskositas plasma. Penurunan kadar kolesterol HDL diduga akibat pengeluaran melalui urin atau mungkin terjadi hipertrigliseridemia sehingga ada efek perubahan kolesterol ester menjadi trigliserid.(6)
V.Edema
Klinis sembab atau edema menunjukkan adanya penimbunan cairan dalam ruang interstisial di seluruh tubuh, dapat diketahui dengan cara inspeksi dan palpasi. Mekanisme terjadinya edema dipengaruhi beberapa faktor :
Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glumerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia, sehingga menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma intravaskuler dan keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstitial yang menyebabkan terbentuknya edema.
Mekanisme renal, penurunan tekanan onkotik plasma protein dalam kapiler glumerulus menyebabkan penurunan volume darah efektif dan diikuti aktivitas sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, rangsangan ini menyebabkan kenaikan plasma renin dan angiotensin untuk sekresi hormon aldosteron. Kenaikan hormon aldosteron ini akan mempengaruhi sel-sel tubulus proksimal untuk mereabsorbsi ion Na+ sehingga ekskresi natrium atau natriuresis menurun. Kemudian dapat juga terjadi aktifitas saraf simpatetik dan kenaikan konsentrasi circulating catecholamine, sehingga menyebabkan kenaikan tahanan atau resistensi vaskuler renal.yang dapat juga menyebabkan penurunan dan berkurangnya filtrasi garam Na+ dan air. Dari kedua hal diatas akan menyebabkan kenaikan volume cairan seluler (VCES) dan edema.(5,6,7)
Gejala Klinis
Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 – 15 gr/hari. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Pasien juga mengeluh sesak nafas (hidrotoraks, asites) dan dapat disertai keluhan diare, nyeri perut, anoreksia.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, hipoproteinemia, hiperlipidemia hiperkolesteronemia. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin.(2,3,5,6,7)
Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut
1.Edema, sering edema anasarka.
2.Proteinuria
3.Hipoalbuminemia
4.Hiperkolesterolemia
5.Oliguria.
6.Anemia defisiensi besi
7.Bila perlu dilakukan biopsi. (1,2,3,4,5,6,7)
Komplikasi
1.Infeksi
2.Malnutrisi
3.Trombosis
4.Gagal ginjal akut.(1,5,6)
Penatalaksanaan
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
1.Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
2.Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 g/kgbb/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
3.Dengan antibiotik bila ada infeksi.
4.Diuretikum
5.Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
a.Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maximum 80 mg/hari.
b.Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maximum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermiten selam 4 minggu.
c.Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30mg, 20mg, 10mg sampai akhirnya dihentikan
6.Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis.(3)
Prognosis
Terapi anti bakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid.(3)
KESIMPULAN
I.Sindroma nefrotik adalah suatu penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.
2.Menurut etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi sindrom nefrotik bawaan, sindrom nefrotik sekunder, sindrom nefrotik idiopatik, dan glomerulosklerosis fokal segmental.
3.Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda klinis, seperti edema, oliguria, proteinuria, hiperkolesteronemia, anemia defisiensi besi dan. hipoalbuminemia.
4.Terapi yang digunakan untuk sindrom nefrotik : bed rest, diet protein rendah garam, antibiotok bila ada indikasi, diuretik, kortikosteroid, dan pungsi asites bila ada indikasi vital.
5.Komplikasi dari sindrom nefrotik adalah : infeksi, malnutrisi, trombosis, gagal ginjal akut.
6.Prognosisnya umum baik..
DAFTAR PUSTAKA
1.Anonim, Sindroma Nefrotik, Behrman, R.E. MD, dkk dalam buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol 3 Edisi 15, Penerbit Buku EGC, 2000. 1828-1831.
2.Anonim, Nefrologi dan hipertensi, Mansjoer. A. dkk dalam buku Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Jilid 1. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta 2001, 525-527.
3.Anonim, Nefrologi, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak dalam Buku Kuliah II, Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta 1985, 832-835.
4.Ngastiyah, Sindrom Nefrotik, dalam buku Perawatan Anak Sakit, Jakarta, 1997, 304-310.
5.Singadipoera B.S, Sindrom Nefrotik, dalam buku Nefrologi Anak, Bandung, 1997,17-36.
6.Sukandar Enday, Sulaeman Rachmat., Sindrom Nefrotik Dalam : Soeparman, Waspadji S (ED). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta, 1990, 282 – 305.
7.Wirya I.W, Sindroma Nefrotik, Alatas dkk ed dalam Buku Ajar Nefrologi Anak Jilid 2, Ikatan Dokter Anak Indonesia Jakarta 1996, 340-394.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar