Pencegahan dilakukan dengan imunisasi dan perawatan tali pusat yang tepat.
Kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah. Data organisasi kesehatan dunia WHO menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah usia satu bulan. Syukurnya, tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus adalah salah satu penyakit yang paling berisiko mengakibatkan kematian. Penyebabnya, basil Clostridium Tetani yang bersifat anaerob (tidak dapat tumbuh ketika berhubungan bebas dengan udara) dan memproduksi toksin yang disebut Tetanospasmin. Tetanospasmin ini bersifat neurotropik sehingga bisa mengakibatkan ketegangan dan spasm/kekakuan otot. Intinya, infeksi tetanus terjadi karena luka. Sekecil apa pun luka itu bisa menjadi tempat berkembang biaknya bakteri tetanus. Penyakit ini menular dan menyebabkan risiko kematian sangat tinggi. Nah, tetanus pada bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan. Penyebabnya, spora C. tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan bambu/gunting yang tidak steril, atau setelah dipotong tali pusat dibubuhi abu, tanah, minyak daun-daunan, kopi dan sebagainya. "Untuk di Indonesia, angka kematian bayi karena tetanus masih tinggi. Umumnya, lebih dari 50% bayi terkena tetanus akan berakhir dengan kematian," ujar dr. Ellen R Toruan, SpA. dari RSUD Pasar Rebo, Jakarta. Angka kematian lebih tinggi lagi bila mengenai bayi berusia 0-7 hari. Walau begitu, orang tua tak usah terlalu khawatir. "Sekalipun berbahaya, tetapi jika tetanus cepat ketahuan atau terdiagnosa, dan mendapatkan perawatan yang benar, maka penderita dapat disembuhkan." Umumnya, penyembuhan makan waktu 4-6 minggu. Yang penting, pesan Ellen, kenali gejala tetanus dan jangan tunggu detik apalagi jam berikutnya untuk melarikan si bayi ke dokter, rumah sakit, atau puskesmas begitu si kecil menunjukkan gejala-gejala terkena tetanus. RAWATLAH TALI PUSAT DENGAN BAIK DAN BENAR Selain sudah diimunisasi, tetapi jika hal yang satu ini tak dilakukan, bukan tak mungkin si kecil bisa terinfeksi tetanus. Jadi, jangan lupa, ya, Bu, untuk melakukan perawatan tali pusat dengan baik dan benar. Caranya? Ikuti petunjuk dari Ellen berikut ini: * Selalu cuci tangan Anda sampai bersih sebelum mulai melakukan perawatan tali pusat. * Kemudian, bersihkan tali pusat dengan air bersih dan sabun/alkohol, lalu keringkan. * Sebaiknya tali pusat tak usah dikasih apa-apa, seperti obat luka. Akan tetapi jika enggak pede, boleh ditutupi dengan kain kasa steril. Namun jangan lupa untuk menggantinya setiap kali usai mandi, si kecil berkeringat, terkena kotor, dan basah. * Paling penting lagi, hindari hal-hal yang aneh-aneh dan berbau mistis, semisal menaruh koin di atas tali pusat bayi, diberi kopi, minyak daun-daunan. * Segera larikan ke dokter jika mencium bau tidak sedap dari tali pusat bayi yang belum lepas. Karena bisa jadi itu tanda-tanda tetanus menyerang. KENALI GEJALANYA Umumnya, tetanus diawali kejang otot rahang bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, dan bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Anamnesa pada bayi: tiba-tiba panas, tidak mau dan tidak dapat menetek lagi. Bisa juga dengan melihat gejala klinis atau yang lebih jelas lagi, seperti: * Mulut mencucu. * Mudah sekali kejang disertai sianosis (biru). * Kuduk kaku sampai opisthotonus (kekejangan otot yang menyebabkan kekakuan leher dan punggung, juga melengkungnya punggung ke depan). * Dinding perut tegang (perut papan). * Kejang, otot kaku/spasm dengan kesadaran tak terganggu. Gejala-gejala tersebut biasanya ditemui pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Penting diingat, gejala tetanus neonatorum tidak disertai panas tubuh yang tinggi. HINDARI DAN HENTIKAN PEMBERIAN VAKSIN JIKA.... * Sakit lebih dari sekadar panas ringan. * Memiliki kelainan saraf atau tidak tumbuh secara normal, dianjurkan tidak memberikan komponen pertusis dari vaksin, cukup DT (difteri & tetanus) saja. * Segera konsultasikan dengan dokter anak sebelum si kecil mendapatkan vaksin lainnya, bila setelah mendapatkan vaksin DTP (DTaP) timbul gejala seperti: * Kejang-kejang dalam 3-7 hari setelah imunisasi. * Kejang-kejang yang makin memburuk. * Reaksi alergi. * Kesulitan makan atau gangguan pada mulut, tenggorokan atau muka. * Panas badan lebih dari 400 C. * Pingsan dalam dua hari pertama setelah imunisasi. * Terus menangis lebih dari tiga jam di dua hari pertama setelah imunisasi. 2005 DUNIA HARUS BEBAS TETANUS Sejak 1989, WHO menargetkan menghapuskan tetanus neonatorum. Sebanyak 104 dari 161 negara berkembang telah mencapai keberhasilan itu. Sayang, karena tetanus neonatorum masih merupakan persoalan signifikan di 57 negara berkembang lain, maka UNICEF, WHO dan UNFPA pada Desember 1999 setuju mengulur target penghapusan hingga 2005. Selain tetanus neonatorum, maternal tetanus juga ditambahkan sebagai tujuan penghapusan di 2005. Hal ini untuk menegaskan, tetanus bukan hanya mengancam nyawa bayi tapi juga ibu. CEGAH TETANUS DENGAN IMUNISASI * Imunisasi TT (Tetanus Toksoid) Umumnya, imunisasi ini diberikan pada calon pengantin dengan harapan, bila setelah menikah dan hamil, tubuhnya sudah punya antitoksin tetanus yang akan ditransfer ke janin melalui plasenta. Seorang wanita yang sudah diimuniasi TT 2 kali, dengan interval 4-6 minggu diharapkan mempunyai kekebalan terhadap tetanus selama 3 tahun. Imunisasi TT diberikan juga pada ibu hamil, diberikan 2X pada trimester ke 2, dengan interval waktu 4-6 minggu, diharapkan dapat memberikan kekebalan selama 3 tahun. Sehingga jika si ibu hamil dalam kurun waktu 3 tahun itu, tidak diberikan imunisasi TT lagi atau satu kali saja imunisasi sudah cukup. * Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) Vaksin DPT (DTP) dan DTaP adalah vaksin yang sama, hanya efek sampingya saja yang berbeda. Vaksin yang diberikan lewat suntikan ini terbukti mampu menghilangkan kemungkinan terkena difteri dan tetanus pada masa kanak-kanak, serta mengurangi secara nyata kasus pertusis. Vaksin ini diberikan satu seri, terdiri dari 3 kali suntik pada imunisasi dasar, yaitu usia 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4-6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11-12 tahun atau paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DTP terakhir. Setelah itu, direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun. Vaksin ini sering membuat si kecil naik suhu tubuhnya atau timbul kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk mencegah panas badan, kadang dokter anak memberikan resep obat untuk diminum sebelum atau sesaat sesudah imunisasi. Gazali Solahuddin. Foto: Iman/NAKITA Sumber: http://tabloid-nakita.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar