Senin, 01 Desember 2008

BRONKIEKTASIS

Definisi

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus. Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris, fusiform, dan kistik atau sakular.


Etiologi dan Predisposisi

Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influenza dan P. Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiela dan Staphylococus Aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia. Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan infeksi HIV atau virus lainnya, seperti adenovirus atau virus influenza.

Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah paparan substansi toksik, misalnya terhirup gas toksik (amonia, aspirasi asam dari cairan lambung dan lain-lain). Kemungkinan adanya faktor imun yang terlibat belum diketahui dengan pasti karena bronkektasis dapat ditemukan pula pada pasien kolitis ulseratif, reumathoid artritis, dan sindrom Sjorgen.

Faktor predisposisi terjadinya bronkiektasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

  1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat atau kongenital, biasanya kelainan imunologi berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan imunitas selular atau kekurangan alfa-1antitripsin.

  2. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom Kartagener, kekurangan kartilago bronkus, dan kifoskoliosis kongenital.

  3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau tuberkulosis paru.


Manifestasi Klinis

Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10 tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkektasis.

Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.

Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri pleura, malaise. Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.

Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat rongki basah sedang sampai kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-kadang dapat ditemukan rongki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup dan suara napas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Clubbing Finger didapatkan pada 30-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal.


Pemeriksaan Penunjang

  1. Pemeriksaan Laboratorium

Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah sereus dan lapisan bawah terdiri dari pus atau sel-sel rusak. Sputum yang berbau busuk menunjukkan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urin dan EKG, kecuali pada kasus lanjut.

  1. Pemeriksaan Radiologi

Foto thoraks normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Biasanya didapatkan corakkan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakkan menjadi kabur, daerah yang terkena corakkan tampak mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta kistik yang berdiameter sampai 2 cm dan kadang-kadang terdapat garis-garis batas permukaan udara-cairan.


Diagnosa

Diagnosa pasti dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan bronkografi dan patologi.


Penatalaksanaan

Terapi yang dilakukan bertujuan untuk :

  1. Meningkatkan pengeluaran sekret trakeobronkial. Drainase postural dan latihan fisioterapi untuk pernapasan dan batuk yang produktif, agar sekret dapat dikeluarkan secara maksimal.

  2. Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotik berdasarkan pemeriksaan bakteri dari sputum dan resistensinya. Sementara menunggu hasil biakan kuman, dapat diberikan antibiotik spektrum luas seperti ampisilin, kotrimoksazol, dan amoksisilin. Antibiotik diberikan sampai produksi sputum minimal dan tidak purulen. Pengobatan diperlukan untuk waktu yang lama bila infeksi paru yang diderita telah lanjut.

  3. Mengembalikan aliran udara pada saluran napas yang mengalami obstruksi,. Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk meperbaiki drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk melembabkan sekret. Bronkoskopi kadang-kadang perlu untuk pengangkatan benda asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan untuk menghindari rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang tercemar berat dan mencegah pemakaian obat sedatif dan obat yang menekan refleks batuk.

  4. Operasi hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun atau timbul hemoptisis yang masif. Pertimbangan operasi berdasarkan fungsi pernapasan, umur, keadaan, mental, luasnya bronkiektasis, keadaan bronkus pasien lainnya, kemampuan ahli bedah dan hasil terhadap pengobatan.

Tidak ada komentar: